Manfaatkan Bekas Air Wudhu’ Untuk Kelestarian Lingkungan Hidup


Banyak bekas air wudhu yang dibuang percuma. Air yang diambil dari dalam tanah setelah digunakan untuk berwudhu biasanya langsung masuk selokan dan mengalir ke sungai.
Namun bagi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) I Yogyakarta, air bekas wudhu ditampung dalam satu kolam yang ada di lingkungan sekolah tersebut.
MTsN I Yogyakarta yang berada di Jalan Magelang Yogyakarta ini, memiliki kolam dengan ukuran 2 x 12 meter dengan kedalaman antara 1-2 meter.
Menurut Kepala MTsN I Yogyakarta, Abdul Hadi, pembuatan kolam ini diilhami banyaknya air bekas wudhu siswa, guru dan karyawannya yang terbuang percuma.
Ada 500 orang siswa, guru dan karyawan MTsN I Yogyakarta yang menggunakan air wudhu untuk shalat Dhuha, Dzuhur dan Ashar.
“Kalau satu kali berwudhu setiap orang membutuhkan lima liter air, maka ada 2.500 liter air bekas wudhu untuk satu kali shalat yang terbuang sia-sia. Atau setiap harinya ada 7.500 liter air bekas wudhu yang terbuang,” kata Abdul Hadi kepada Republika di Yogyakarta, Kamis (20/11).
Melihat banyak air yang terbuang, Abdul Hadi mempunyai ide untuk membuat kolam penampungan air bekas wudhu. Kolam ini mulai dibuat awal tahun 2013 lalu dan enam bulan kemudian bisa digunakan akibat keterbatasan dana.
“Karena hanya memanfaatkan lahan yang ada di sekolah maka bentuk kolamnya tidak lebar, tetapi memanjang. Kedalamannya pun ada yang dua meter ada yang satu meter,” kata Abdul Hadi.
Sedang untuk keperluan menguras kolam,  Abdul Hadi membuatkan sumur peresapan sedalam dua meter menggunakan bus beton di bawah kolam.
“Kalau mau menguras tinggal membuka tutup dan air akan masuk ke dalam tanah, tidak perlu pompa air,” katanya.
Sumur resapan ini dimaksudkan untuk mengembalikan air tanah yang telah digunakan berwudhu kembali ke dalam tanah. Pengeringan kolam bekas air wudhu ini dilakukan tiga bulan sekali.
“Memasukan air bekas wudhu kembali ke dalam tanah ini diharapkan dapat meningkatkan permukaan air tanah. Juga untuk mengeliminir pendapat bahwa orang Islam boros air,” katanya sambil menambahkan pengeringan kolam dilakukan tiga bulan sekali untuk memanen ikan.
Keberadaan kolam ini, sangat bermanfaat bagi pembelajaran tentang pelestarian lingkungan hidup bagi siswa. Di antaranya, dari memelihara ikan, siswa belajar menghasilkan makanan bergizi.
Saat panen ikan, siswa bisa belajar mengolah ikan lele menjadi beberapa varian kuliner yaitu lele goreng, lele bakar, dan nugget lele.
“Kami mengajarkan entrepreneur kepada anak-anak dengan memanfaatkan potensi dari kolam tersebut,” kata Abdul Hadi menjelaskan.
Kolam yang relatif kecil ini, kata Hadi, kadang tidak dapat menampung seluruh air bekas wudhu. Agar air tidak melimpah ke mana-mana, ia membuatkan selokan kecil di sekitar kolam dan di sepanjang selokan tersebut dibuatkan biopori sehingga air limpahan dari kolam masuk ke dalam tanah.
“Di kolam tersebut juga dipasang pompa air otomatis. Jika air melimpah pompa air langsung bekerja dan airnya disalurkan melalui pipa untuk menyirami taman di sekitar sekolah.”
Air itu juga dimanfaatkan untuk menyiram tanaman di Green House yang merupakan tempat pembelajaran bagi siswa untuk menanam sayur-sayuran. Sayuran yang ditanam di Green House adalah sawi, kangkung, lombok, slada dan lain-lain.
Sementara untuk pengelolaan sampah, MTsN I Yogyakarta mewajibkan siswanya untuk mengumpulkannya. Selanjutnya memilah sampah yang bisa didaur ulang dan sampah yang sudah tidak bisa didaur ulang.
“Setiap hari Sabtu, sampah yang bisa didaur ulang ditimbang dan dijual. Hasil penjualan digunakan untuk mencukupi kebutuhan siswa, misalnya untuk fotokopi dan lain-lain,” kata Hadi menerangkan.
Keberhasilan mengelola air dan lingkungan hidup ini membuat MTsN I Yogyakarta dinobatkan sebagai Madrasah Adiwiyata. Bahkan dalam lomba tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), MTsN I Yogyakarta dinobatkan sebagai juara pertama. Selanjutnya, tahun 2015 akan menjadi wakil DIY untuk penilaian tingkat nasional.