Saat Peristiwa Isra Mi’raj, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan Malaikat Jibril mengunjungi langit ke-4. Langit ke empat ini dihuni oleh malaikat maut atau malaikat Izroil.
Sebelum berdialog dengan malaikat Izroil, Rasulullah bertanya terlebih dahulu kepada malaikat Jibril, “Wahai saudaraku Jibril, siapakah dia ini?”
Jibril menjawab, “Ini adalah malaikat pemusnah kelezatan, pemisah jamaah, penghancur rumah dan jalan-jalan, pembangun kubur, penyebab anak-anak menjadi yatim, penyebab istri-istri menjadi janda, penyebab penderitaan bagi para kekasih, penutup pintu, pembuat ratapan-ratapan kesedihan, pencabut anak-anak muda.
Dia ini adalah malaikat kematian yang bernama Izra’il. Dia beserta malaikat penjaga neraka tidak akan tertawa selamanya. Mendekat dan ucapkanlah salam padanya.”
Lalu aku mendekat dan mengucapkan salam padanya, tapi ia tidak menjawab salamku. Maka Jibril berkata, “Kenapa engkau tidak menjawab salam dari Tuannya para makhluk dan Sang kekasih Allah?!”
Maka begitu malaikat izrail dan malaikat malik mendengar perkataan Jibril, ia langsung beranjak berdiri dan menjawab salam, serta memberikan ucapan selamat padaku atas kemuliaan dari Tuhanku.
Ia juga mengatakan, “Bergembiralah, wahai Muhammad, sesungguhnya kebaikan itu ada padamu dan pada umatmu hingga hari Kiamat.”
Lalu aku berkata, “Wahai saudaraku Izrail, inikah posisimu?”
la menjawab, “Iya, ini sejak Tuhanku menciptakanku hingga terjadinya hari Kiamat.” Maka aku berkata, “Bagaimana engkau mencabut arwah-arwah itu sedangkan engkau berada di tempatmu ini?”
Ia menjawab, “Sesungguhnya Allah memungkinkanku untuk melakukan itu dan memberiku kuasa atas lima ribu malaikat yang kesemuanya mereka aku sebar di bumi.
Maka, apabila seorang hamba sudah sampai pada ajalnya, sudah terpenuhi rezekinya, dan telah selesai masa hidupnya, aku pun mengutus kepada orang itu 40 malaikat yang mereka semua itu akan bertindak mengurusi arwahnya dengan mencabutnya dari urat nadi, urat saraf, daging, dan aliran darahnya.
Para malaikat itu juga mencabut nyawanya dari ujung kuku-kukunya, hingga sampai ke lutut dan untuk kemudian dihentikan sejenak. Selanjutnya mereka terus mencabut nyawanya hingga ke pusar dan untuk kemudian dihentikan sejenak.
Seterusnya mereka mencabut nyawanya hingga ke kerongkongan sehingga orang itu jatuh sekarat. Lalu aku mengambilnya dan mencabutnya seperti ibaratnya mencabut sehelai rambut dari suatu adonan.
Maka, apabila arwah itu sudah terpisah dari jasad, mata akan menjadi beku dan melotot. Karena kedua mata itu mengikuti perginya nyawa tersebut. Selanjutnya aku menggenggam nyawa tersebut dengan salah satu dari dua tombakku ini.
Ketika itu aku melihat di tangannya tombak yang terbuat dari cahaya dan satunya lagi tombak yang terbuat dari api amarah.
Sehingga arwah yang baik akan digenggamnya dengan menggunakan tombak yang terbuat dari cahaya, untuk kemudian diantarkan keilliyyin.
Sedangkan arwah yang buruk akan digenggamnya dengan menggunakan tombak api amarah, untuk kemudian dihantarkan ke Sijjiin,
Sijjiin adalah nama sebuah batu yang amat hitam yang berada di bawah bumi lapisan ke tujuh, di dalamnya terdapat pula arwah orang-orang kafir dan orang-orang yang berdosa.”
Sumber: jalansirah.com